Sabtu, 22 Oktober 2016

AKU SUKA PADAMU R

Aku suka padamu. Maukah kau jadi pacarku?”

Hana terdiam mendengar pengakuan itu. Butuh waktu baginya untuk menjawab pernyataan itu.

“Besok saja kujawab. Sampai jumpa,” katanya yang kemudian berlalu pergi.
Ucapannya membuat laki-laki bernama Elang ini tertegun sejenak. Biasanya, semua gadis akan segera menjawab ‘ya’ sambil tersenyum riang. Dia berbeda. Dia malah diam seolah tak peduli dan baru akan menjawab besok. Harga dirinya terasa jatuh saat itu.

Esoknya, Hana menemui Elang. Tak sulit menemui laki-laki ini karena dialah yang sering terlihat paling mencolok di antara semua lelaki di kampusnya. Bagaimana tidak? Tubuh yang tegap dengan wajah unik bak artis papan atas ini membuat perhatian seluruh gadis di kampus tertuju padanya. Tak peduli mereka sudah memiliki pasangan atau belum, wajah Elang selalu saja mengundang lirikan para gadis yang melebihi batas normal. Hana sendiri mengakui keelokan paras laki-laki ini, tetapi hanya sebatas mengakui, bukan menyukai.

Tak berapa lama, Hana menemukan Elang sedang dikelilingi para gadis. Dia lewat saja dan berhenti sebentar di depan kelompok itu. Segera setelah mata mereka berpapasan, Hana berjalan menjauh menuju ruang serbaguna. Dia sengaja memilih tempat itu untuk memberikan jawaban yang sudah dipikirkannya semalam. Tak lama kemudian, dia masuk ke ruangan itu diikuti Elang. Kemudian, mereka duduk di kursi, berhadapan.

“Aku sudah memikirkan hal ini tadi malam,” katanya memulai percakapan.
Harusnya kau tak perlu memikirkannya, gerutu Elang dalam hati.

“Lalu, bagaimana jawabanmu?” tanyanya menyembunyikan rasa sebalnya.

“Baiklah, aku bersedia jadi kekasihmu.”
Nah, kena kau. Kenapa tidak dari kemarin bilang begitu. Pada akhirnya, kau sama saja dengan gadis-gadis lainnya, pikirnya sambil mengeluarkan senyum puas.

“Tapi… ada syarat yang perlu kau tahu.”

“Syarat?”

Hana tersenyum. “Selama kita pacaran, kamu boleh pacaran dengan gadis mana pun, berapa pun. Aku tidak melarangmu.”

“Hah?” Sekarang Elang kaget mendengarnya.

“Juga… aku akan memberimu nomor handphoneku. Kamu boleh menghubungiku kapan saja selain hari Minggu. Aku selalu sibuk di hari itu,” Hana bicara terus tanpa menghiraukan reaksi Elang. ”Oh, iya. Batasan kita berpacaran hanya sampai bergandengan tangan. Lalu, nanti kita akan sangat jarang bertemu karena kesibukanku. Jadi, aku rasa syarat ini cukup fair untukmu. Bagaimana?”

Pertanyaan Hana segera membuyarkan keterkejutan Elang. Dia bingung menghadapi hal ini. Bagaimana mungkin dia memberikan syarat yang menguntungkan pihak lelaki? Bukankah seharusnya dia menyuruhku tidak bermain-main dengan gadis lain? Atau kalau tidak, menyuruhku minta maaf kepada gadis-gadis yang pernah kupermainkan? Seharusnya begitu, kan? Benak Elang bertanya-tanya, tak percaya dengan pendengarannya.

“Lang. Halo… kau mendengarkanku? Kau masih di sini, kan?” tanya Hana begitu melihat Elang diam terpaku, khawatir Elang tidak menyimak percakapan mereka.

“Oh, baiklah kalau itu maumu.” Jawaban itu keluar begitu saja dari mulut Elang. Entah dia bingung atau heran, tapi dia tidak mau terlihat seperti itu terutama di depan perempuan.

“Sip. Kita sepakat. Kalau begitu, sampai jumpa lagi.”

Siang itu, di kantin terlihat segerombolan mahasiswa sedang berkumpul dengan Elang sebagai pusatnya. Dia tampak sedang membawa telepon genggam di tangannya dengan senyuman puas yang diperlihatkan pada teman-temannya. Kemudian, telepon itu ditaruh di atas meja makan diikuti pandangan kelompok kecil itu.

“Baiklah, aku bersedia jadi kekasihmu.” Suara gadis yang berasal dari telepon genggam itu terputus dibarengi dengan senyum kemenangan Elang. Terdengar suara kekalahan dari teman-teman Elang. Dengan segera, tangan Elang dipenuhi dengan uang seratus ribuan. Sambil memandang uang hasil taruhan yang kini jadi miliknya, Elang tersenyum puas. Di benaknya terbayang hal-hal apa saja yang akan dilakukannya dengan uang itu.

“Tak kusangka, Hana ternyata juga tertarik padamu,” kata Husni, seorang kawan yang bertaruh satu juta untu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar